Masyarakat Konsumeris, Teori Pencitraan, & Simulasi dalam Iklan

Program Studi S-2 Kajian Budaya dan Media Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada mengadakan Lokakarya dan Pelatihan Teori-teori Sosial Mutakhir, pada Kamis (14/04) di Lantai 5 Gedung SPs UGM. Tema kajian yang dibicarakan tentang Masyarakat Konsumeris, Teori Pencitraan, dan Simulasi dalam Iklan dari Jean Baudrillard. Lokakarya ini menghadirkan Dr. J. Haryatmoko sebagai pemateri utama dari Universitas Sanata Dharma Yogyakarya.

haryatmoko baudrillard 2016

Bersama Dr. J. Haryatmoko lokakarya ini dibagi menjadi dua sesi. Sesi pertama, peserta mendapat materi yang disampaikan dalam bentuk ceramah atau kuliah sesuai dengan tema kajian. Sementara pada sesi kedua, peserta dipandu pemateri mencoba menerapkan teori kajian pada beberapa contoh kasus sosial, budaya, politik, dan terutama pada dunia periklanan.
Lokakarya ini dihadiri oleh sekitar 60 peserta dari berbagai kampus dan dari berbagai latar belakang disiplin keilmuan. Peserta tidak saja berasal dari kampus-kampus di Yogyakarta tetapi juga dari kampus di luar kota Yogyakarta seperti Purwokerto, Surabaya, dan daerah lainnya.
Produk atau barang dalam dunia periklanan tidak akan laku jika belum menjadi tanda. Tanda tidak merujuk kepada petanda, melainkan pada tanda itu sendiri. Tanda, dalam kajian Baudrillard, merujuk kepada tiga aspek, yakni prestise, kekuasaan, dan integrasi sosial. J. Haryatmoko mencontohkan penjualan tas tangan mewah Hermes dengan harga tinggi dan sengaja diproduksi terbatas (bahkan hanya tiga unit). Tas jinjing ini hanya dimiliki oleh beberapa perempuan dari kalangan atas (sosialita). Tas hadir sebagai prestise (prestasi/wibawa), kemampuan ekonomi, dan menjadi bagian dari kelas atau golongan tertentu bagi seseorang yang memakainya.
“Fenomena ini tidak lagi mempersoalkan nilai guna dan nilai tukar, tapi pada nilai tanda. Ini adalah logika tanda. Karena itulah mengapa teori ekonomi-politik tidak berjalan seperti pada apa yang dibayangkan,” terang Haryatmoko.
Praktik konsumsi merupakan usaha memaksimalkan eksistensi seseorang untuk hadir pada ruang atau konteks tertentu. Arena konsumsi merupakan arena sosial di mana berbagai jenis distingsi (praktik pembedaan diri dengan orang lain) dilakukan demi prestise atau integrasi sosial tadi. Pada masyarakat kelas atas (borjuis) yang dikonsumsi bukanlah obyek melainkan tanda dan relasi.Jika bagi Karl Marx fetishisme (kekuatan yang melekat pada sesuatu/jimat) adalah produk-produk kapitalisme (komoditas), maka pada Baudrillard tanda menjadi fetis yang baru.
“Melalui tanda, praktik konsumsi juga dapat dipakai untuk memobilisasi lemahnya konpensasi sosial. Salah satu cara menaikkan prestise sosial ya mengkonsumsi tanda melalui produk-produk tadi,” ungkap Haryatmoko.

Tags: Lokakarya

Leave A Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

*