Anak dalam Kendali atas Tubuh, Identitas, dan Mimpi: Pemutaran dan Diskusi Film “The Right Words”, “Laila”, dan “Kado” 

Program Studi Kajian Budaya dan Media (KBM) UGM menyelenggarakan kegiatan pemutaran dan diskusi film dengan topik Anak dalam Kendali atas Tubuh, Identitas, dan Mimpi pada Sabtu (5/7) di Auditorium IFI Yogyakarta. Kegiatan ini dibagi menjadi dua, yaitu pemutaran film dan diskusi. Terdapat tiga film pendek yang didiskusikan, yaitu The Right Words, “Laila”, dan “Kado”. Kegiatan ini merupakan rangkaian acara PKM (Pengabdian Kepada Masyarakat) KBM UGM yang bekerjasama dengan IFI Yogyakarta. 

Acara pemutaran dan diskusi film ini dihadiri langsung oleh Wucha Wulan Dari, selaku sutradara film “Laila”, dan Chita Wijaya, salah satu pemeran dalam film berdurasi 17 menit tersebut. Di samping itu, Febriyanti Pratiwi, S.S., M.A turut menjadi pemantik untuk membicarakan ketiga film pendek terkait. Dipandu oleh Gerry Junus, kegiatan ini sangat diminati oleh berbagai kalangan, baik mahasiswa maupun masyarakat sekitar, sehingga setidaknya terdapat 40 peserta yang hadir. 

Film “Laila” berkisah tentang remaja SMP di pesisir Kalimantan Timur bernama Laila yang dipaksa menikah dengan orang yang tidak dikenalnya. Sang sutradara, Wucha, memang memiliki ketertarikan dalam menyuarakan isu-isu hak anak perempuan melalui film dan risetnya. 

Menurut Chita, pernikahan anak masih menjadi persoalan di wilayah tersebut karena salah satunya terdapat anggapan bahwa ketika remaja perempuan pertama kali mengalami menstruasi, maka sudah waktunya menikah. Hal itu diperkuat dengan mitos bahwa jika remaja perempuan sudah dilamar lalu menolak, maka tidak akan bertemu dengan jodoh sepanjang hidupnya. 

Febriyanti mengatakan bahwa ketiga film ini memperlihatkan kehidupan para remaja yang dihadapkan pada situasi yang mengontrol mereka. Dari ketiga film ini, kita dapat mengambil garis besarnya yaitu kegalauan awal remaja tentang pencarian jati diri yang sering kali mengungkung mereka, ucap alumni KBM UGM tersebut.

Dalam film The Right Wordsyang disutradarai oleh Adrian Moyse Dullin, tampak stereotip yang menekan dan membentuk perilaku para remaja. Bagi Febriyanti, remaja yang bernama Mahdi ditampilkan berkutat dalam koridor yang diekspektasikan orang-orang di sekitarnya, terlebih hadirnya sosial media. Bahkan untuk menyatakan cinta kepada Jada, anak perempuan yang disukainya, Mahdi menghadapi tuntutan yang berlapis-lapis.

Sementara film “Laila” menghadirkan persoalan yang lebih kompleks di mana kebebasan remaja perempuan seolah hanya berada di perahu kecilnya. Selebihnya, cita-cita sebagai penyanyi dan mimpi-mimpinya yang lain seolah hanya angan-angan yang jauh. 

Berkisah remaja yang lain, film Kado” mengungkapkan kisah Isfi dengan pergulatan identitas yang harus bertabrakan dengan norma sosial yang memenjarakan kebebasan berekspresinya. Dalam film yang disutradarai oleh Aditya Ahmad tersebut, Isfi dalam ruang privat pun terhalang tembok-tembok moral dan kultural.  

Kontributor: Zainul Arifin

SDG 5 (Gender equality), SDG 10 (Reduce inequality), SDG 17 (Partnership for the goals)

Leave A Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

*