Sebagai bagian dari rangkaian Lustrum ke-4, Program Studi Kajian Budaya dan Media bekerja sama dengan DAAD Alumni menggelar acara bertajuk “DAAD Alumni Treffen and Seminar 2025” yang diselenggarakan di The Phoenix Hotel Yogyakarta pada Senin, 28 April 2025. Salah satu panel dalam acara ini mengangkat tema “Mediating Minority and Activism in Digital Space”. Panel ini menghadirkan tiga pembicara, yaitu Dr. Rivi Handayani, Dr. Phil. Ramayda Akmal, dan Dr. Y. Bambang Wiratmojo, serta dimoderatori oleh Dr. Souvia Rahimah.
Sesi pertama dibuka oleh Dr. Rivi Handayani yang memaparkan hasil penelitiannya berjudul “Self-Representation of Persons With Disabilities on Instagram and TikTok: Empowerment or Inspiration Porn”. Dalam presentasinya, Rivi membahas bagaimana media digital—terutama Instagram dan TikTok—menggunakan algoritma, pola keterlibatan, dan visibilitas digital dalam membingkai narasi disabilitas. Ia menyoroti dua sisi representasi: di satu sisi, kelompok disabilitas menunjukkan bentuk pemberdayaan melalui cara mereka sendiri dalam bernegosiasi dengan kondisi tubuh dan sosial mereka; namun di sisi lain, narasi disabilitas kerap dimanfaatkan untuk membangkitkan empati berlebihan dari audiens, yang berisiko mereduksi pengalaman mereka menjadi sekadar tontonan inspiratif (inspiration porn).
Melanjutkan diskusi, pembicara kedua, Dr. Phil. Ramayda Akmal, menyampaikan paparan berjudul “Constructing the Reading Self: Indonesian Bookstagrammer in the Age of Platform Capitalism”. Ramayda menyoroti dinamika para pengguna Instagram yang mengidentifikasi diri sebagai Bookstagrammer, serta bagaimana mereka bertransformasi mengikuti logika algoritma dan fitur platform dalam konteks kapitalisme digital. Ia mengulas evolusi peran mereka dari pembaca biasa menjadi influencer literasi, termasuk pergeseran konten, motivasi, dan dampaknya terhadap praktik membaca di era media sosial.
Sementara itu, pembicara ketiga, Dr. Y. Bambang Wiratmojo, membahas topik berjudul “I Know What I Should Do on Social Media: Privacy Practices and Digital Literacy Phenomenon of Indonesian Adolescents”. Dalam penelitiannya, Bambang mengkaji bagaimana media sosial menjadi sarana bagi remaja untuk mengembangkan aspek psikologis seperti presentasi diri, ekspresi personal, dan eksplorasi identitas seksual. Ia juga menekankan pentingnya literasi digital sebagai bekal utama bagi remaja dalam menggunakan media sosial secara sadar dan bertanggung jawab.
Panel “Mediating Minority and Activism in Digital Space” membuka ruang refleksi kritis atas bagaimana individu dan komunitas minoritas menavigasi ruang digital. Ketiga pembicara menyoroti dinamika kompleks antara agensi, algoritma, dan eksistensi digital dalam membentuk representasi diri, baik pada komunitas disabilitas, penggiat literasi, maupun remaja pengguna media sosial. Diskusi ini memperlihatkan bahwa ruang digital bukan sekadar medium komunikasi, tetapi juga arena kontestasi makna, identitas, dan kuasa, yang menuntut kesadaran serta pemahaman literasi digital yang lebih mendalam.
Kontributor: Laillia Dhiah Indriani
Dokumentasi: Leonardo Y. Bornevo
SDG 5, SDG 10, SDG 13, SDG 15, SDG 16, SDG 17